Selasa, 25 Januari 2011

Runtuhnya Hindia Belanda


"Runtuhnya Hindia Belanda: Kisah Penyerbuan Jepang ke Indonesia"
Penulis : Nino Oktorino
Halaman : 160 halaman A-5
Penerbit : Gaco Books
ISBN : 978-602-95577-1-8
Harga Rp. 29.000


Order:
Via : sahabatbuku
YM : taro.netz
SMS : 0898 101 101 5
Harga belum termasuk ongkos kirim

"Brigade Arab Hitler"


"Brigade Arab Hitler"

Penulis: N Hidayat dan F Julian
Penerbit: Nilia Pustaka
Tahun Terbit: 2009
Tebal: iv + 64 halaman
Kategori: Sejarah/Perang
Harga : RP. 34.500

Pemaparan yang cukup menarik mengenai strategi dan intrik politik yang terjadi di Timur Tengah pada masa Perang Dunia I dan II dikupas oleh penulis buku ini. Seperti kita ketahui, Timur Tengah merupakan salah satu wilayah yang menjadi target kolonialisme bangsa-bangsa sejak berabad-abad. Mengapa wilayah ini menjadi rebutan bagi berbagai bangsa? Hal ini karena letak geografis Timur Tengah yang menghubungkan Benua Eropa, Asia, dan Afrika membuat wilayah itu sebagai kawasan strategis bagi kekuatan-kekuatan besar.

Di awal buku, kita akan disuguhi sejarah bangsa-bangsa yang berusaha menguasai Timur Tengah. Pada masa-masa awal munculnya agama Islam, kawasan ini identik dengan sebutan Tanah Arab. Namun, sejak abad ke-18, kawasan ini dikuasai oleh berbagai bangsa, yaitu wilayah barat dikuasai oleh bangsa Inggris, Prancis, dan Italia. Adapun, wilayah lainnya dikuasai oleh Kesultanan Turki Ottoman.

Pada saat berkobarnya Perang Dunia I, wilayah ini justru dikuasai dan dipecah belah ke dalam wilayah pengaruh Inggris dan Prancis dan juga terancam oleh kaum Zionis yang akan mendirikan negara Israel di Palestina.

Lalu, mengapa orang Arab bersekutu dengan orang Jerman? Hal ini karena sikap permusuhan Jerman Nazi terhadap Inggris, Prancis, dan kaum Yahudi, seperti yang tertuang dalam Mein Kampf-nya Adolf Hitler, sama halnya dengan sikap bangsa Arab.

Kerja sama yang terjalin antara Jerman dan orang Arab tidak terlepas dari peran Mufti Besar Jerusalem, Haji Amin el-Husseini. Bisa dikatakan bahwa 50 persen dari isi buku ini membahas mengenai seluk-beluk dan tindak tanduknya di dunia politik.

Haji Amin juga memiliki peranan besar dalam pembentukan formasi-formasi militer Arab yang bertugas di bawah kendali pihak Poros. Namun, kesukaran Nazi untuk merekrut orang Arab dalam jumlah yang memadai, membuat legiun Arab Hitler boleh dibilang bersifat simbolis belaka dan hanya memiliki nilai militer yang minim.

Selain itu, buku ini juga membahas, antara lain Perang Irak yang pertama melawan Sekutu, terungkapnya kegiatan spionase yang dilakukan mantan Presiden Mesir Anwar Sadat sebagai mata-mata Hitler, dan berbagai fakta bahwa bangsa Arab tidak pernah bersatu. [Yohanes Agustono]

(Diambil dari resensi buku Suara Pembaruan, 24 Mei 2009)


Order:
Via :sahabatbuku
YM : taro.netz
SMS : 0898 101 101 5
Harga belum termasuk ongkos kirim

Der Freiwillige: Kisah-kisah Sukarelawan Asing dalam Tentara Hitler



Der Freiwillige: Kisah-kisah Sukarelawan Asing dalam Tentara Hitler

Penulis : Nino Oktorino
Halaman : 48
Terbit : 2010
Harga : Rp17.500

Perang Dunia II. Salah satu fenomena yang menarik selama Perang Dunia II adalah keberadaan ratusan ribu orang non-Jerman yang secara sukarela berjuang di bawah panji swastika. Buku ini menceritakan tentang enam unit sukarelawan asing dalam tentara Hitler:

1. Sukarelawan Arab dari Batalyon Jerman-Arab ke-845;
2. Sukarelawan Asia Tengah dari Divisi ke-162 Jerman-Turkistan;
3. Sukarelawan Kaukasus dari Sonderverband Bergmann;
4. Sukarelawan Italia dari Divisi SS ke-29;
5. Sukarelawan Buddha Kalmuk dari Korps Kavaleri Kalmuk.
6. Sukarelawan Kroasia dan Muslim Bosnia dari Resimen Jerman-Kroasia ke-369

Berjuang demi kemerdekaan dan kebebasan bangsanya, mereka mengabadi salah satu rezim yang paling bengis dalam sejarah umat manusia ....

Order:
Via :sahabatbuku
YM : taro.netz
SMS : 0898 101 101 5
Harga belum termasuk ongkos kirim

Singa Bosnia


"Singa Bosnia: Sejarah Divisi SS Handschar, 1943-45"

Penulis : Ilai Benino
Halaman : iv + 96 halaman A-5
Penerbit : Gaco Books
ISBN : 978-602-95577-0-1
Harga Rp. 38.000


Pembentukan

Pada masa Perang Dunia II, setelah menaklukkan Yugoslavia, Hitler menempatkan Bosnia-Hercegovina di bawah Negara Kroasia Merdeka. Negara boneka Nazi itu diperintah oleh seorang tokoh yang lalim, Ante Pavelic, kepala organisasi teroris Ustasa. Pada mulanya, banyak tokoh Muslim Bosnia mendukung NDH dan mendapatkan sejumlah jabatan tinggi dalam pemerintahan Pavelic, termasuk kursi wakil presiden. Ribuan pemuda Muslim juga bergabung dengan angkatan bersenjata Kroasia dan berbagai milisi Ustasa.
Namun pembersihan etnis yang dilakukan rezim Ustasa terhadap komunitas Serbia yang hidup di negara boneka Kroasia mengubah keadaan tersebut. Keterlibatan kaum Muslim dalam pemerintahan Ustasa dan kebijakan pembersihan etnisnya membuat komunitas Muslim (dan Kroasia) menjadi sasaran serangan brutal dari gerilyawan Serbia. Pada gilirannya, untuk menyelamatkan komunitasnya, sejumlah tokoh Muslim meminta Hitler untuk memisahkan Bosnia-Hercegovina dari negara boneka Kroasia dan menjadikannya sebuah protektorat Nazi. Sebagai imbalannya, para pemuda Muslim menjadi relawan dalam angkatan bersenjata Jerman Nazi.
Hitler mengabaikan permintaan mereka untuk menjadikan Bosnia-Hercegovina sebagai protektorat Nazi, namun bersedia menampung keinginan para pemuda Muslim untuk bergabung dengan angkatan perangnya. Kebencian tradisional kaum Muslim terhadap orang Kristen Serbia serta kaum komunis dipandangnya sebagai alat yang berguna untuk memerangi kaum Partisan pimpinan Tito yang didominasi oleh orang Serbia. Akhirnya, pada bulan Februari 1943, Hitler memerintahkan pemimpin SS Himmler untuk merekrut kaum Muslim Bosnia ke dalam sebuah divisi Waffen-SS.
Sekalipun dihalangi oleh rezim Pavelic, yang menganggap sebagai dorongan bagi gerakan separatis Muslim, perekrutan dimulai pada bulan Maret 1943. Pihak SS menggunakan Mufti Besar Yerusalem yang pro-Nazi untuk mendorong kaum Muslim Bosnia agar bergabung dengan Waffen-SS untuk memerangi ancaman “Yahudi-Bolshevik”. Usaha perekrutan awal menghasilkan 8.000 orang sukarelawan. Namun karena jumlah itu tidak memadai untuk mengawaki sebuah divisi, Himmler kemudian menekan pemerintah Ustasa agar mentransfer kaum Muslim yang bertugas dalam angkatan perang Kroasia ke Waffen-SS serta mengadakan wajib militer terhadap kaum Muslim. Akhirnya, divisi yang dinamakan 13.Waffen-Gebirgsdivision der SS ‘Handschar’ itu memiliki sekitar 21.000 orang anggota, di mana 90 persen adalah orang Muslim—termasuk beberapa ratus orang Muslim Albania dari Kosovo dan Sandzak. Kepemimpinan atas divisi itu dipegang oleh para perwira serta bintara Jerman dan minoritas Jerman di Yugoslavia.
Para prajurit Muslim SS mendapatkan sejumlah hak istimewa berkaitan dengan agama mereka. Sementara unit-unit SS Jerman tidak diperkenankan memiliki pendeta militer karena sikap anti-Kristen Himmler, divisi Bosnia itu memiliki para imam Islam yang melayani kebutuhan rohani para prajurit. Mereka juga mendapatkan ransum halal dan diizinkan melakukan kegiatan agamanya. Sebagai ciri khas Muslim mereka, anggota divisi ini mengenakan tarbus (peci berjumbai) yang dimodifikasi.

Pemberontakan
Pada bulan Juli 1943, SS mengirimkan divisi itu untuk berlatih di Prancis agar jauh dari gangguan kelompok partisan. Namun kebijakan ini tidak populer. Keadaan tidak bertambah baik karena sikap arogan para instruktur Jerman. Akibatnya, pecah pemberontakan di sebuah batalyon divisi itu yang berpangkalan di Villefranche-sur-Rouergue pada bulan September 1943, yang menewaskan beberapa perwira dan bintara SS. Pemberontakan dipadamkan oleh imam batalyon serta prajurit Bosnia yang tetap setia kepada Jerman. Para pemimpin pemberontakan dieksekusi, sementara ratusan pemberontak lainnya dikirim ke barisan pekerja paksa atau kamp konsentrasi. Divisi itu sendiri kemudian dikirimkan ke Silesia, Jerman, untuk melanjutan pelatihan.

Perang anti-partisan

Pada pertengahan Februari 1944, ‘Handschar’ dikirimkan kembali ke Bosnia timur laut, di mana mereka berpangkalan di kawasan Brcko di Sungai Sava. Pada bulan Maret, mereka bertugas memerangi kaum partisan Yugoslavia sebagai bagian Korps Gunung SS ke-V bersama-sama Divisi SS ke-7 ‘Prinz Eugen’. Tidak lama setelah kedatangannya, ‘Handschar’ harus menyerahkan sebuah batalyonnya, yang terdiri atas orang Albania, untuk menjadi kader Divisi SS ke-21 ‘Skanderbeg’. Sebulan kemudian, divisi itu kembali kehilangan sejumlah besar anggotanya karena dijadikan kader inti bagi divisi SS Muslim Bosnia kedua yang hendak dibentuk, yang disebut Divisi SS ke-23 ‘Kama’.
Antara bulan Maret hingga September 1944, ‘Handschar’ dilibatkan dalam berbagai operasi anti-partisan, di mana mereka banyak melakukan kejahatan perang terjadap komunitas Serbia Bosnia. Namun saat Jerman mulai menarik diri dari Balkan setelah pembelotan Bulgaria dan Rumania, ribuan prajurit SS Bosnia melakukan desersi. Setelah kompi pengawal markas besar divisi itu melakukan desersi di bawah pimpinan imam divisi itu sendiri, Himmler yang murka memerintahkan agar semua orang Bosnia yang dicurigai tidak setia dilucuti dan dikirimkan ke barisan pekerja.

Penyerahan
Pada pertengahan Oktober, kekuatan ‘handschar’ merosot hingga seukuran resimen. Komposisi anggotanya kini lebih banyak didominasi oleh orang Jerman dan minoritas Jerman. Mereka kemudian dikirimkan ke Front Timur dan bertugas di perbatasan Hungaria-Kroasia. Selama periode ini, lima orang anggotanya memperoleh medali Knight Cross.
Setelah serangan besar-besaran Tentara Merah pada akhir Maret 1945, ‘Handschar’ mundur ke barat dan menyerah kepada pasukan Inggris di Austria pada awal Mei 1945. Tiga puluh delapan perwira dan bintara Jerman dari divisi ini kemudian diekstradisi ke Yugoslavia, di mana 10 orang dieksekusi, sementara sisanya dijatuhi hukuman penjara. Komandan kedua ‘Handschar’, SS-Gruppenfuehrer Sauberzweig bunuh diri untuk menghindari ekstradisi sementara penggantinya, SS-Brigadefuehrer Desiderius Hampel berhasil melarikan diri dari kamp tawanan Inggris.
Hanya sedikit prajurit Bosnia yang dihukum setelah berakhirnya perang. Kebanyakan di antara mereka diberikan amnesti oleh pemerintahan Tito, di mana beberapa orang kemudian bergabung dengan tentara Yugoslavia. Kebanyakan prajurit Bosnia yang enggan tinggal di negerinya yang berada di bawah pemerintahan komunis beremigrasi ke Jerman, Austria, atau Timur Tengah. Beberapa di antaranya kemudian bertugas dengan tentara Mesir dan Syria untuk memerangi orang Yahudi saat Perang Arab-Israel Pertama.

Order:
Via :sahabatbuku
YM : taro.netz
SMS : 0898 101 101 5
Harga belum termasuk ongkos kirim

"Legiun Asing Waffen-SS"


Legiun Asing Waffen-SS, Kisah Sukarelawan Asing dalam Tentara Elite Hitler

Pengarang : N. Hidayat
Penerbit : Nilia Pustaka
Cetakan : Pertama, 2007
Halaman : i-v, hal 1-90
Harga : Rp 37.500

Fakta sejarah selalu menyimpan hal-hal mengejutkan, dan butuh penggalian mendalam. Lihat fakta berikut ini. Sepasukan tentara berkebangsaan India pernah menjadi bagian dalam pasukan khusus Nazi, Waffen-SS. Nama pasukan itu, Legion Freies Indien.

Kemudian, ada dua orang Sumatera yang tercatat sebagai sukarelawan asing di pasukan khusus Nazi. Tidak melulu Amerika Serikat dengan Sekutu yang menjadi musuh utama Nazi, karena ada juga tentara asal negeri Paman Sam itu yang menjadi sukarelawan di pasukan khusus itu.

Sederetan fakta ini akan bertambah lagi, jika kita menyimak dengan seksama buku Legiun Asing Waffen-SS, Kisah Sukarelawan Asing dalam Tentara Elite Hitler. Buku ini memang menyajikan sebuah tema yang unik. Tema tentang Hitler dengan ambisinya mendirikan Jerman Raya di Benua Eropa tentu sudah menjadi sebuah kisah milik dunia. Namun, kebesaran yang sempat dibangun Hitler dengan mesin politik Nazi hancur berkeping-keping diserang dari berbagai arah, baik kerapuhan dari dalam maupun gempuran hebat dari musuh-musuhnya. Kepingan kehancuran inilah yang meninggalkan jejak-jejak kejayaan dengan menyajikan berbagai kisah tiada habisnya.

Salah satu data yang belum terungkap bagi publik di Indonesia setidaknya adalah kemampuan Hitler, lewat kaki tangannya pemimpin SS, Himmler, merekrut begitu banyak orang sebagai pasukan khusus sukarelawan. Buku ini hendak mengungkapkan bagaimana pasukan-pasukan dari berbagai bangsa itu menjadi begitu antusias bergabung dengan pasukan khusus Jerman atau Nazi.

Begitu banyak fakta dan data yang hendak diberikan buku ini, namun rasanya kurang diikat oleh jalinan peristiwa yang lebih hidup. Keterlibatan para sukarelawan diungkapkan dengan sangat taktis berbalut unsur politis, namun kurang mengungkapkan detail emosional. Rasanya banyak kisah menarik yang seharusnya bisa diungkapkan lebih dalam.

Bangsa Jerman semasa Hitler berkuasa menganggap diri merekalah sebagai manusia paling sempurna, bangsa lain “cuma numpang” di jagad raya ini. Ego nasionalisme macam inilah yang terus membekap sanubari tentara Jerman, termasuk pasukan khusus Waffen-SS. Pasukan ini juga telah bersumpah setia langsung kepada Hitler: “Saya bersumpah kepadamu Adolf Hitler, sebagai Fuhrer dan Kanselir Reich Jerman”.

Hitler menjadi raja diraja dalam sebuah lingkup kemiliteran. Dan Himmler, menjadi panglima kepercayaan dengan memegang kendali langsung di bawah pengaruh penuh dari Hitler.

Dengan kebanggaan ras macam itu, persoalan dengan sukarelawan yang notabene datang dari bangsa-bangsa lain tinggal menunggu “gong”-nya. Para sukarelawan dalam pasukan khusus menghadapi hal-hal yang tidak terbayangkan saat berniat bergabung, yaitu diskriminasi dari para pejabat militer asal Jerman yang menjadi instruktur mereka dalam pelatihan, atau pun sebagai atasan mereka dalam korps. Pelecehan sebagai bangsa yang lebih rendah dari bangsa Jerman mendera mereka.

Beberapa legiun “ngambek”. Sampai-sampai pimpinan tertinggi pasukan khusus, Himmler, harus membuat aturan keras agar para komandan pasukan asal Jerman lebih menghargai keberadaan sukarelawan. Wajar saja, bagaimana pun para sukarelawan menjadi faktor penting dalam menghitung kekuatan saat berperang. Jumlah orang asing dalam pasukan khusus Waffen-SS pada akhir 1943 jauh lebih besar dari pasukan khusus yang asli Jerman.

Kisah-kisah perbenturan budaya dan ego kebangsaan inilah yang kurang terekspose di buku ini. Buku ini memberi data yang berulang-ulang tentang perbenturan itu, namun menjadi hanya data-data tanpa emosi.
Namun, data-data dan fakta yang tertera di buku ini sangat bisa dijadikan acuan dalam menambah pengetahuan. Setidaknya, kita tidak perlu membongkar-bongkar arsip-arsip nun jauh di Eropa sana, atau membongkar internet untuk melihat data-data ini. Buku yang cukup tipis untuk menghimpun data-data ini bisa dengan mudah memberi informasi yang diinginkan.

Menarik melihat bagaimana setiap bangsa atau suku bangsa menjadi begitu antusias untuk menjadi bagian dari pasukan Nazi. Kemerdekaan. Kata ini selalu menjadi kata manjur untuk menarik minat orang-orang asing itu untuk bergabung.

Latvia bisa jadi contoh. Negeri itu lelah dengan penindasan Soviet saat dianeksasi, dan penyerbuan bangsa Jerman ke Uni Soviet menjadi harapan akan pembebasan. Warga Latvia pun menjadi begitu semangat menjadi anggota pasukan khusus Waffen-SS. Begitu juga yang terjadi di Estonia dan Bosnia.

Sejarah belum banyak mengungkapkan bahwa umat muslim pun sempat bahu-membahu membela panji-panji Nazi, seperti suku bangsa Tatar Crimea dan Turkestan di Asia Tengah, dan Muslim Bosnia di Yugoslavia.
Nazi mampu meyakinkan bangsa-bangsa yang merindukan kebebasan untuk bergabung. Orang-orang asing itu dijanjikan kejayaan, kemerdekaan, namun ujung-ujungnya disuguhi keruntuhan. Kebanyak dari sukarelawan itu mati di tangan Tentara Merah Soviet, atau dianggap pengkhianat di negaranya karena membelot dengan mengusung panji Nazi.

Ini mengingatkan pada pasukan KNIL bentukan Belanda, dengan janji pembentukan negara-negara satelit oleh Kerajaan Belanda. Dan Republik Maluku Selatan termasuk bagian dari janji-janji itu.

Begitu juga saat “saudara tua” Jepang datang dan bercokol selama 3,5 tahun di Indonesia. Jepang sempat dianggap bangsa pembebas dari jajahan Belanda selama 3,5 abad. Ternyata, penindasan dan kesadisan para tentara Jepang ini “nggak ketulungan”. Penindasan lewat syahwat pun berlangsung di masa Jepang, dengan jugun ianfu menjadi lembaran hitam kelam dalam sejarah perempuan Indonesia. (Job Palar) (Dari resensi buku di Sinar Harapan, 27 Oktober 2007)


Order:
Via :sahabatbuku
YM : taro.netz
SMS : 0898 101 101 5
Harga belum termasuk ongkos kirim